Dalam Surat Edaran tersebut dinyatakan bahwa sebagai upaya peningkatan keselamatan penerbangan khususnya dalam menghadapi perubahan iklim/cuaca di Indonesia yang dapat mempengaruhi operasi keselamatan penerbangan, perlu kiranya semua pihak mewaspadai hal-hal yang dapat mengakibatkan terjadinya insiden (incident) dan kecelakaan (accident). Dikeluarkannya Surat Edaran ini dilatarbelakangi fakta bahwa kegagalan pendaratan (approach dan landing) pesawat udara seringkali terjadi pada saat cuaca buruk (below weather minima) yang menyebabkan rendahnya jarak pandang karena asap/kabut dan hujan; dan/atau pada saat diperkirakan terdapat wind shear/micro bust dan runway contaminated seperti hydroplaning (wet runway) dan rubber deposit, sehingga dapat mengakibatkan pesawat mengalami off set, overrun, dan hard landing.
Selanjutnya, upaya peningkatan kewaspadaan yang dimaksud dalam Surat Edaran Dirjen Perhubungan Udara tersebut adalah hal-hal sebagai berikut:
- Pelaksana Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan (ATC) dan Penerbang (Pilot) dalam melaksanakan tugasnya harus senantiasa berpedoman kepada Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (ACSR part 91, part 121, dan part 135) dan aturan lain yang berlaku di Indonesia.
- Untuk tinggal landas (take off) dan pendaratan (landing) mengacu pada ketentuan jarak pandang minimal yang berlaku di Bandar Udara dan/atau sesuai dengan OCH/OCA pada prosedur pendaratan instrumen (IFP) bandar udara setempat.
- Penyelenggara bandar udara agar senantiasa menjaga keandalan sarana alat bantu navigasi dan fasilitas bandar udara, jika karena sesuatu hal diperlukan penutupan landasan agar dikoordinasikan dengan instansi terkait dan diterbitkan NOTAM.
- Melaporkan segera kepada Direktur Jenderal Perhubungan Udara untuk setiap kejadian yang dapat mengganggu ketertiban dan kelancaran operasi keselamatan penerbangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar