Selasa, 25 Februari 2014

Dampak Bandara Terhadap Lingkungan

TANGGAL 17 Desember 2013, tepat 110 tahun kegiatan penerbangan bermesin di dunia, sejak dimulai oleh Wright bersaudara pada 17 Desember 1903. Dengan kian berkembangnya dunia penerbangan, keberadaan bandar udara (bandara) sebagai terminal ter bang dan mendaratnya pesawat menja di sangat strategis.

TIDAK heran jika di berbagai negara, termasuk Indonesia, pembangunan bandara terus digiatkan. Bahkan, di Jawa Barat direncanakan dibangun dua bandara internasional, di Kabupaten Majalengka dan Karawang. Meski pembangunannya masih tersendat oleh beberapa hal, yang pasti keberadaan bandara sudah menjadi kebutuhan masyarakat.
Namun, selain manfaatnya yang banyak, keberadaan bandara juga kian dirasakan menjadi masalah bahkan inengganggu terhadap sebagian masyarakat, terutama yang tinggal di sekitar bandara.
Pada masa awal dunia penerbangan (awal abad ke-20), pengaruh buruk aktivitas bandara terhadap lingkungan dan fasilitas umum lainnya tidak banyak mendapat perhatian. Keluhan terhadap isu lingkungan sangat jarang terjadi. Perubahan dramatis terhadap dampak lingkungan akibat pembangunan bandara dan pengoperasiannya baru terjadi pada akhir I960-an. Sebagian dipicu oleh kesadaran masyarakat yang makin tinggi terhadap masalah lingkungan pada umumnya, juga didorong oleh kenyataan semakin buruknya kondisi lingkungan suatu bandara. Terlebih adanya kenaikan tajam aktivitas penerbangan dan adanya pesawat-pesawat terbang besar bermesin jet.

Polusi udara
Saalah satu dampak yang biasa terjadi pada suatu bandara dan mungkin dampak yang paling sulit dikendalikan adalah kebisingan. Sejak mulainya era pesawat terbang komersial bermesin jet pada 1959, terjadi perubahan yang dramatis pada masalah kebisingan bandara dalam bentuk dan besarannya.
Kebisingan didefinisikan sebagai bunyi yang berlebihan atau yang tidak diinginkan. Kebisingan tidak diinginkan karena menjengkelkan manusia, mengganggu percakapan, mengganggu tidur, dan dalam kondisi ekstrem berbahaya bagi kesehatan. Dampak negatif kebisingan terhadap kesehatan manusia dapat terjadi dalam jangka panjang (kronis) dan dampak yang terjadi biasanya sulit bahkan mungkin tidak dapat dipulihkan kembali.
Bunyi atau suara baik berupa kebisingan maupun tidak, ditimbulkan oleh getaran yang merambat melalui suatu medium, seperti udara, air atau logam. Bila suatu objek bergetar, akan menimbulkan gangguan berupa variasi pada tekanan atmosfer yang normal dalam skala kecil yang cepat. Kebisingan dikarakteristikkan oleh tingkat bunyinya (sound level), spektrum frekuensinya, dan variasinya terhadap waktu.
Jumlah operasi penerbangan setiap hari dan waktu terjadinya dapat sangat memengaruhi tingkat gangguan yang dialami penduduk di sekitar bandara. Suatu penelitian yang dilakukan di sekitar Bandara Heathrow, London, Inggris menunjukkan, kebisingan akibat paparan sejumlah pesawat terbang merupakan satu faktor paling penting yang memengaruhi tingkat gangguan pada masyarakat.
Keseriusan masalah kebisingan ini melahirkan peraturan oleh Federal Aviation Administration (FAA), Amerika Serikat, yaitu Federal Aviation Regulation Part 36 pada tahun 1969 tentang standar kebisingan untuk sertifikasi perancangan baru pesawat terbang bermesin turbojet. Masalah kebisingan pesawat terbang ini tentunya terjadi juga di seluruh dunia yang oleh karenanya International Civil Aviation Organization (ICAO) juga mengeluarkan peraturan yang serupa (ICAO Annex 16 Environmental Protection) untuk seluruh anggotanya, termasuk Indonesia.

Polusi udara
Polusi udara dan air merupakan dampak h'ngkungan yang paling serius dan paling kompleks dalam pengembangan dan pengoperasian suatu bandara.
Polutan yang terkandung dalam gas buang mesin pesawat terbang terutama terdiri atas carbon monoxide (CO), carbon dioxid (CO2), hydrocarbons, nitrogen oxides (NOX), soof (jelaga), dan partikel lainnya. Gas buang ini juga mengandung asam organik yang berbahaya serta polutan yang terbuang ke atmosfer merupakan fungsi dari jenis pesawat terbang dan mesinnya, fasa operasi pesawat terbang dan berapa Jama mesin pesawat terbang tersebut beroperasi pada setiap fasa.
Fasa operasi penerbangan yang memerlukan perhatian khusus karena menimbulkan polusi di bandara adalah taxi (pergerakan pesawat terbang antara apron/tempat paHr pesawat terbang dan landas pacu) atau dalam keadaan idle, take off (lepas landas), climb Out (terbang menanjak dari lepas landas sampai ketinggian 3.000 kaki/1.000 m), approach (ancangan untuk mendarat dari ketinggian 3.000 kaki sampai pesawat terbang menyentuh landasan), dan landing (mendarat).
Untuk kebanyakan pesawat terbang bermesin jet, laju emisi polutan carbon monoxide dan hydrocarbons paling besai terjadi ketika pesawat terbang sedang taxi atau idle dan laju emisi nitrogen oxides paling besar terjadi ketika pesawat terbang lepas landas. Penguapan bahan bakar dari tumpahan yang terjadi ketika pengisian dan dari tangki bahan bakar dapat menimbulkan penambahan jumlah polusi udara yang signifikan di bandara.
Sebanyak 25% polutan lainnya dihasilkan dari kendaraan para penumpang, pekerja, dan tamu bandara. Polusi lainnya disebabkan oleh pemakaian bahan bakar minyak yang digunakan oleh ground service equipments.

Polusi air
Polusi air umumnya berupa limbah, dapat terjadi secara langsung, dari pembangunan dan pengoperasian bandara dan secara tidak langsung, dari pengembangan lahan yang terimbas dengan kehadiran bandara.
Limbah ini berasal dari aktivitas Persia pan pembuatan makanan, pencucian, dai penggunaan toilet yang hams dikelola. Pengolahan air limbah dimaksudkan sebagai suatu usaha untuk mengurangi konsentrasi masingmasing polutan dalam air buangan sehingga aman dibuang ke badan air penerima. Jadi, pengolahan tidak memurnikan, tetapi memperbaiki kualitas.
Polusi air yang lebih berbahaya dapat disebabkah aktivitas overhaul pesawat terbang. Polutan ini terutama berupa zat kimiaberacun dari pengelupasan cat dan mengecat chrome bagian bagian mesin.
Selain sampah dalam bentuk limbah cair, limbah padat merupakan sisa operasional bandar udara yang harus dibuang atau diolah menjadi bentuk lain yang lebih ramah lingkungan.
Air larian dapat saja terpolusi oleh zat kimia pengendalian serangga dan pembuangan salju dan es, tetesan bahan bakar dan oli di landas pacu, taxiways dan apron, serta busa dari pemadam kebakaran.
Limbah yang berkaitan dengan pengisian bahan bakar, operasi pener-bangan, dan pencucian pesawat terbang, kemungkinan dapat mengotori sungai atau danau melalui sistem drainase. Tetesan bahan bakar, oli dan minyak pelumas, serta deterjen pembersih pesawat terbang dapat menjadi sumber polusi air yang serius.

Tata guna lahan
Dampak suatu bandar udara terhadap tata guna lahan, pada dasarnya karena bandar udara sering memerlukan lahan yang luas. Dampak ini dapat berupa atau berkaitan dengan faktor ekonomi,pembangunan, atau visual.
Bandara merupakan infrastruktur yang memerlukan lahan luas. Semakin tinggi kelas suatu bandara, akan semakin luas pula lahan yang diperlukan. Bandara juga tempat yang mengonsumsi energi besar. Denver International Airport (DIA) di Colorado, Amerika Serikat, misalnya, mempunyai 5 landas pacu masingmasing sepanjang 3.700 m, membentang seluas 13.800 ha atau lebih 80 % luas Kota Bandung yang luasnya sekitar 16.700 ha.
Kecuali kalau bandara tersebut direncanakan dan dirancang dengan hatihati, bandara dapat menimbulkan akibat negatif terhadap komunitas sekitarnya.
Di luar batas bandara, dapat terjadi pembangunan hotel atau penginapan yang tidak terkendali, kompleks perumahan, penyewaan kendaraan, dan berbagai kegiatan komersial yang berkaitan dengan bandara yang dapat menimbulkan kesan kumuh pengguna bandara, para pekerja atau penduduk di sekitar bandara.

Hidrologi dan ekologi
Dampak daur hidup tumbuhan dan hewan serta perubahan yang dapat terjadi terhadap sirkulasi alami dan distribusi air sebagai akibat pembangunan dan pengoperasian bandara mungkin memang tidak seserius akibat yang dibahas sebelumnya. Akan tetapi,mungkin juga dapat merupakan faktor yang tersembunyi dan membahayakan.
Tiga masalah hidrologi utama yang berkaitan dengan pembangunan bandara adalah banjir, terganggunya aliran air, dan gangguan kadar garam. ”Ekologi” didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan tentang hubungan antara kehidupan tumbuhan dan hewan dengan lingkungannya. Dampak bandara terhadap ekologitertentu terhadap tumbuhan dan hewan hampir kentara dan baru akan terlihat setelah 10,20,bahkan 30 tahunkemudian.
Dampak ekologi dapat terjadi selama pembangunan bandara, akibat operasi penerbangan setiap hari atau pembangunan yang terjadi di sekitar bandara yang terpicu adanya kehadiran bandara.

Menciptakan “Eco Airport”
Berbagai usaha telah dan terus dilakukan untuk mengurangi dan meminimalkan dampak negatif keberadaan suatu bandara yang dilakukan oleh berbagai komunitas penerbangan termasuk pihak regulator.
Dari sisi teknologi penerbangan, misalnya rancangan pesawat terbang masa kini yang semaMn streamline akan mengurangi kebisingan (aerodynamic noise), mesin pesawat terbang juga lebih efisien dalam pemakaian bahan bakar yang berarti mengurangi kadar emisi berbahaya juga kebisingan yang lebih rendah. Penggunaan biofuel beberapa tahun belakangan ini — meski dengan kadar yang masih rendah — juga mengurangi tingkat emisi gas buang.
Beberapa perubahan pada operasional penerbangan juga dilakukan untuk mengurangi dampak buruk ini. Kecanggihan pesawat terbang masa kini yang mempunyai tenaga mesin dan kecepatan lebih tinggi dimanfaatkan untuk terbang menanjak lebih cepat selepas take off untuk mengurangi efek kebisingan di sekitar bandara. Ancangancang pendaratan dilakukan dengan teknik continous descent approach juga untuk mengurangi efek kebisingan. Dampak buruk emisi gas buang ketika taxi disiasati dengan hanya menggunakan satu mesin (untuk pesawat terbang dengan dua mesin) dengan putaran mesin yang lebih tinggi untuk mengurangi kadar CO2 dan hydrocarbons. Saat ini dikembangkan pemakaian motor listrik untuk menggerakkan roda pesawat terbang untuk taxi dan bukan memakai tenaga mesin pesawat (electric green taxiing system). Kendaraan ground
service equipments yang memakai bahan bakar minyak juga banyak yang dganti dengan tenaga motor listrik.
Peraturan perundangundangan juga berusaha mengatur pembangunan dan pengoperasian bandar udara yang lebih ramah lingkungan. Di Indonesia, hal ini diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor i Tahun 2009 tentang Penerbangan dan lebih spesifik lagi pada Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP 124/VI/2OO9 tentang Pedoman Pelaksanaan Bandar Udara Ramah Lingkungan (EcoAirport), 2009.
Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar